Muruah (Menjaga Kehormatan Diri)
Muru’ah (Menjaga Kehormatan Diri) merupakan kajian Islam yang disampaikan oleh: Ustadz Dr. Muhammad Nur Ihsan, M.A. dalam pembahasan Amalan-Amalan Hati. Kajian ini disampaikan pada Jumat, 16 Jumadil Awal 1447 H / 7 November 2025 M.
Kajian Tentang Muru’ah (Menjaga Kehormatan Diri)
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata muru’ah diterjemahkan sebagai kehormatan diri, harga diri, dan nama baik. Sesungguhnya, makna muru’ah lebih luas dari terjemahan tersebut. Ia berkaitan dengan bagaimana seorang hamba menjaga harga diri dan kehormatan dirinya, serta nama baiknya, yang paling utama adalah dalam pandangan Allah ’Azza wa Jalla, bukan semata-mata di pandangan manusia.
Hakikat Muru’ah
Menurut Imam Ibnu Qayyim Rahimahullah, hakikat dari muru’ah adalah:
“Jiwa yang memiliki sifat kemanusiaan, yang membedakan dia dari sifat binatang dan setan.”
Apabila seseorang memiliki sifat yang pantas bagi manusia dan membedakan dia dari binatang atau setan yang terkutuk, itulah hakikat muru’ah.
Tiga Dorongan dalam Jiwa
Beliau menyebutkan bahwa di dalam jiwa manusia terdapat tiga dawa’in (dorongan) yang selalu memotivasi untuk melakukan sesuatu dan ketiganya selalu tarik-menarik:
- Dorongan Mengikuti Sifat Setan: Dorongan ini mengajak untuk mengikuti akhlak setan, seperti sombong, hasad (dengki), membanggakan diri, menzalimi, berbuat jahat, mengganggu, membuat kerusakan, dan menipu. Semua ini adalah akhlak dan perilaku setan.
- Dorongan Mengikuti Akhlak Hewan: Dorongan ini mengajak untuk melakukan perbuatan atau memiliki akhlak kebinatangan, yaitu yang didominasi oleh syahwat dan hawa nafsu. Hewan ternak hanya memikirkan perut dan kemaluan. Apabila seseorang dalam hidup ini tujuannya hanya bagaimana makan, minum, dan melampiaskan syahwat nafsunya, itulah perilaku hewan.
- Dorongan Mengikuti Akhlak Malaikat: Dorongan ini mengajak untuk memiliki akhlak para malaikat, seperti berbuat kebaikan, memberikan nasihat, kebajikan, berilmu, ketaatan, dan semua hal-hal yang baik.
Definisi Muru’ah
Hakikat muru’ah yang sesungguhnya adalah:
- Membenci dua perilaku atau dorongan yang tercela, yaitu akhlak setan dan perilaku hewan.
- Mengikuti dorongan yang ketiga, yaitu akhlak para malaikat.
Dengan demikian, seseorang akan menjaga kehormatan dirinya, nama baiknya, dan harga dirinya. Seseorang yang sombong, angkuh, hasad, dengki, menzalimi, berbuat kekejian, dan merusak adalah orang yang tidak memiliki harga diri dan nama baik.
Begitu pula meninggalkan perilaku hewan yang hanya memikirkan syahwat dan nafsunya, seperti makan, minum, dan memuaskan kebutuhan biologisnya saja. Perilaku orang-orang kafir pun digambarkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai perilaku hewan:
وَالَّذِيْنَ كَفَرُوْا يَتَمَتَّعُوْنَ وَيَأْكُلُوْنَ كَمَا تَأْكُلُ الْاَنْعَامُ وَالنَّارُ مَثْوًى لَّهُمْ
“Dan orang-orang kafir bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan sebagaimana hewan-hewan makan, dan nerakalah tempat tinggal bagi mereka.” (QS. Muhammad [47]: 12).
Orang yang tidak memiliki iman dan orientasi akhirat, perilakunya seperti yang Allah Subhanahu wa Ta’ala sebutkan, yaitu makan dan bersenang-senang sebagaimana hewan ternak.
Menjaga kehormatan diri, harga diri, dan nama baik adalah dengan memiliki akhlak para malaikat. Akhlak malaikat adalah kebaikan: memberikan kebaikan, memberikan nasihat, dan kebajikan. Mereka diciptakan untuk melakukan ketaatan dan mendoakan orang-orang yang beriman:
رَبَّنَا وَسِعْتَ كُلَّ شَيْءٍ رَّحْمَةً وَّعِلْمًا فَاغْفِرْ لِلَّذِيْنَ تَابُوْا وَاتَّبَعُوْا سَبِيْلَكَ وَقِهِمْ عَذَابَ الْجَحِيْمِ
“(Malaikat-malaikat berkata), ‘Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu-Mu meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertobat dan mengikuti jalan-Mu, dan peliharalah mereka dari azab neraka yang menyala-nyala.’” (QS. Ghafir [40]: 7).
Mereka juga mencintai ilmu, sehingga majelis ilmu dihadiri oleh para malaikat.
Kesimpulannya, jika ingin menjaga dan mendapatkan sifat muru’ah, menjaga kehormatan diri, nama baik, dan harga diri, hendaklah berupaya untuk mencontoh para malaikat dalam sikap, perilaku, dan akhlak. Tinggalkan akhlak dan perilaku setan serta perilaku binatang. Harga diri dan nama baik seseorang terletak pada kebaikan dan sifat mulianya.
Krisis dan hilangnya muru’ah terjadi ketika seseorang terus-menerus mengikuti akhlak setan dan binatang. Orang yang tidak memiliki muru’ah adalah orang yang tidak lagi menggunakan akal sehat, ia hanya mengikuti seruan setan dan perilaku kebinatangan. Yang muncul dari dirinya hanyalah kejahatan, kesombongan, kerusakan, kezaliman, tidak punya sifat malu, hanya memuaskan nafsu perut dan syahwat, serta kemaksiatan. Orang yang demikian tidak memiliki muru’ah, jati diri, nama baik, dan kehormatan diri.
Akal, Syahwat, dan Hakikat Muru’ah
Menurut Imam Ibnu Qayyim Rahimahullah, sebagian ulama salaf mengatakan bahwa Allah ‘Azza wa Jalla menciptakan makhluk dengan pembagian berikut:
- Malaikat diciptakan memiliki akal tanpa syahwat
- Hewan ternak dan binatang diciptakan memiliki syahwat tanpa akal.
- Manusia diciptakan dengan memiliki akal dan syahwat.
Barang siapa yang akalnya mendominasi syahwatnya, ia diikutsertakan kepada kelompok malaikat karena akalnya berfungsi dengan baik. Namun, barang siapa yang syahwat nafsunya mendominasi dan mengalahkan akalnya, ia diikutsertakan dengan binatang ternak karena akalnya tidak lagi berfungsi. Padahal, yang membedakan manusia dari hewan adalah akalnya. Hewan memiliki nafsu, tetapi tidak memiliki akal. Jika akal tidak berfungsi, maka manusia sama dengan hewan karena keduanya hanya didominasi oleh nafsu.
Allah ‘Azza wa Jalla telah memperingatkan bahwa neraka Jahanam akan dipenuhi oleh jin dan manusia:
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالْإِنسِ ۖ لَهُمْ قُلُوبٌ لَّا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَّا يَسْمَعُونَ بِهَا ۚ أُولَٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
“Dan sungguh, Kami telah menciptakan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah), mereka memiliki mata, tetapi tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga, tetapi tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah.” (QS. Al-A’raf [7]: 179).
Ketika akal dan hati tidak berfungsi, mereka seperti binatang ternak, bahkan lebih hina dari itu, nauzubillahi min dzalik.
Kemuliaan seorang hamba terletak pada kemampuannya memfungsikan akal. Allah ‘Azza wa Jalla menciptakan akal untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Bila akal tidak berfungsi, maka ia diikutsertakan kepada kelompok hewan, bukan kelompok malaikat, sebagaimana kata ulama salaf.
Orang yang berakal, yang memiliki kehormatan diri, nama baik, dan harga diri adalah orang yang memuliakan dirinya dengan memfungsikan akalnya untuk melakukan kebaikan dan meninggalkan keburukan. Akalnya mendominasi syahwatnya. Bila ada dorongan syahwat, ia akan menimbangnya dengan akal, “Oh, ini merugikan diri dan merugikan orang lain.” Maka ia tinggalkan.
Namun, bila syahwat yang mendominasi dan akal tidak berfungsi lagi, inilah orang yang tidak memiliki muru’ah, tidak ada kehormatan dirinya. Ia sesungguhnya telah merendahkan, menghina, dan mencela dirinya sendiri, karena akal yang dikaruniakan Allah ’Azza wa Jalla tidak lagi berfungsi sebagaimana tujuan akal tersebut diciptakan.
Muru’ah adalah Akal yang Mendominasi Syahwat
Sebagian ulama mengatakan bahwa hakikat atau definisi dari muru’ah adalah:
“Akal yang mendominasi syahwat.”
Tatkala akal mendominasi dan mengalahkan syahwat, seseorang akan bertutur kata yang baik, berbuat yang baik, dan menjauhkan hal yang buruk. Akal akan mempertimbangkan ketika ingin mengambil suatu keputusan atau melakukan sesuatu, apakah itu menimbulkan kebaikan atau keburukan. Jika ada dua hal yang baik, ia akan mempertimbangkan mana yang kebaikannya lebih besar. Jika dihadapkan pada dua kemungkaran, dan ia tidak bisa meninggalkan keduanya, ia akan mempertimbangkan mana yang kemungkarannya lebih sedikit. Inilah fungsi akal: menimbang, melihat, dan selalu mengarahkan kepada hal yang baik.
Perlu dibedakan antara kecerdasan dengan berakal. Seseorang mungkin memiliki otak, tetapi tidak berakal. Otak adalah organ atau alat yang Allah ’Azza wa Jalla ciptakan untuk menampung berbagai informasi, menyimpan data, memahami, kemudian data itu ditransfer ke hati menjadi satu keyakinan, dan mendorong kekuatan spiritual. Dalam bersikap, ia menimbang dengan akal. Tatkala ia mampu menimbang mana yang baik dan buruk, dan mendorong untuk melakukan kebaikan, maka ia memiliki akal.
Oleh karena itu, jika akal telah menimbang dengan baik, melahirkan pemahaman kebaikan, ditransfer ke hati, dan melahirkan keinginan serta aksi dalam perbuatan dan perilaku, semuanya menjadi baik karena akal telah menimbang dengan baik.
Download MP3 Kajian Muru’ah (Menjaga Kehormatan Diri)
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/55772-muruah-menjaga-kehormatan-diri/